Meraih Kecantikan Semu

Banyak cara yang dilakukan wanita untuk tampil beda. Salah satunya dengan menyemir rambut. Hal ini mereka lakukan sebagai satu kiat agar tampak lebih cantik, menurut anggapan mereka tentunya. Bagaimana Islam memandang hal ini? 

Budaya menyemir rambut telah sedemikian menggejala. Banyak kita dapati para ibu dan remaja putri berambut pirang, atau warna lainnya yang berbeda dengan warna rambutnya yang asli.

Menyemir rambut dengan warna selain hitam sebenarnya merupakan sesuatu yang lumrah dilihat dari kacamata syariat, bagi seorang tua yang telah beruban atau mereka yang beruban sebelum waktunya. Lalu bagaimana hukumnya bila yang melakukan hal ini selain mereka?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, pernah ditanya tentang permasalahan ini. Fatwa keduanya yang dinukil dari kitab Fatawa al-Mar’ah (1/520—522), terangkum dalam pembahasan berikut (disertai beberapa tambahan).

Masalah mewarnai (menyemir) rambut itu sendiri bisa dirinci sebagai berikut.

  1. Menyemir rambut yang telah beruban dengan menggunakan inai/pacar atau yang selainnya.

Ini merupakan sunnah yang diperintahkan dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka membiarkan ubannya dan tidak menyemirnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبِغُوْنَ، فَخَالِفُوْهُمْ

“Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak menyemir ubannya, maka selisihilah mereka.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)

Namun, tidak boleh mengecat/menyemir uban dengan warna hitam murni karena adanya larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Didatangkan Abu Quhafah, ayah Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Fathu Makkah, dalam keadaan rambut dan jenggotnya memutih dipenuhi uban. Melihat hal tersebut bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

غَيِّرُوْا هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ

‘Ubahlah uban ini dan jauhilah warna hitam’.” (Sahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya)

Larangan menyemir dengan warna hitam dalam hadits di atas hukumnya umum, mencakup laki-laki ataupun wanita. Adapun apabila warna hitam tersebut dicampur dengan warna lain, atau dengan inai, hal ini diperbolehkan, tidak termasuk dalam larangan.

Dengan adanya larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, maka wajib bagi seorang muslim untuk menghindari menyemir rambutnya dengan warna hitam. Selain itu, seseorang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam seolah-olah menentang sunnatullah (ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala) pada ciptaan-Nya.

Sebagaimana halnya dimaklumi, rambut seseorang di masa mudanya berwarna hitam, namun kemudian memutih karena usia atau karena hal lain. Orang yang mengalami keadaan ini berusaha menolak ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala dengan menghitamkannya kembali. Maka hal ini termasuk mengubah ciptaan Allah ‘azza wa jalla.

Selain itu, seseorang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam untuk menutupi fakta bahwa ia telah tua dan beruban, pada kenyataannya juga tidak sepenuhnya dapat menyembunyikan keberadaan ubannya. Bagaimana pun, tetap akan tampak bahwa rambutnya itu hasil semiran dan pangkal rambutnya akan tetap berwarna putih.

  1. Selain uban hendaknya dibiarkan sebagaimana aslinya dan tidak diubah/disemir. Kecuali jika warna rambutnya itu dianggap jelek, maka boleh disemir dengan warna yang sesuai, sekadar untuk menghilangkan warna yang jelek tersebut. Adapun rambut lainnya yang tidak bermasalah maka dibiarkan sebagaimana aslinya karena tidak ada keperluan untuk mengubahnya.

Juga ditanyakan kepada kedua syaikh tentang hukum menyemir sebagian rambut atau menyemir beberapa bagian rambut wanita dengan warna yang berbeda dari warna aslinya, baik itu dengan warna putih, merah, maupun pirang keemasan, sehingga sebagian rambutnya berwarna asli dan pada bagian yang lain terwarnai.

Keduanya menyatakan, dikhawatirkan hal itu menyerupai wanita kafir jika model demikian bersumber dari mereka, sementara ada larangan untuk menyerupai mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah hlm. 204, “Isnadnya sahih.”)

Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita, untuk memerhatikan perkara tasyabbuh ini dalam seluruh keadaan mereka, khususnya dalam penampilan dan pakaian mereka….” (Jilbab al-Mar’ah, hlm. 206)

Tentu saja, masalah penataan dan model rambut juga termasuk dalam ketentuan di atas.

Wallahu a’lam.

 

Ditulis oleh Ummu ‘Affan bintu Abi Salim, Ummu Ishaq al-Atsariyyah

Comments are closed.